Jumat, 24 Oktober 2008

Mampukah kita mencintai tanpa syarat?

(Kutipan)

Saya dikirimi email ini lebih dari 1x sehingga saya mengambil kesimpulan cerita ini meninggalkan kesan mendalam pada setiap yang membacanya (termasuk saya, terlepas ini true story ataupun bukan) sehingga banyak orang ingin membaginya.
Buat saya, cerita ini mengingatkan saya untuk kembali mengevalusi diri bagaimana saya merefleksikan 'cinta' saya selama ini. Sudahkah saya mencintai orang tua saya tanpa syarat? sudahkah saya mencintai adik2 saya tanpa syarat? sudahkah saya mencintai kawan2 saya tanpa syarat? sudahkah saya mencintai sesama tanpa syarat? sudahkah saya memberikan cinta tanpa syarat? karena memang seharusnya (menurut saya) cinta itu tidak bersyarat...

Enjoy the story...


Dilihat dari usianya beliau sudah tidak muda lagi, usia yg sudah senja bahkan sudah mendekati malam, Pak Suyatno 58 tahun kesehariannya diisi dengan merawat istrinya yang sakit istrinya juga sudah tua.. mereka menikah sudah lebih 32 tahun.
Mereka dikarunia 4 orang anak disinilah awal cobaan menerpa, setelah istrinya melahirkan anak ke empat tiba2 kakinya lumpuh dan tidak bisa digerakkan itu terjadi selama 2 tahun, menginjak tahun ke tiga seluruh tubuhnya menjadi lemah bahkan terasa tidak bertulang lidahnyapun sudah tidak bisa digerakkan lagi.
Setiap hari Pak Suyatno memandikan, membersihkan kotoran, menyuapi, dan mengangkat istrinya keatas tempat tidur. Sebelum berangkat kerja dia letakkan istrinya didepan TV supaya istrinya tidak merasa kesepian. Walau istrinya tidak dapat bicara tapi dia selalu melihat istrinya tersenyum, untunglah tempat usaha Pak Suyatno tidak begitu jauh dari rumahnya sehingga siang hari dia pulang untuk menyuapi istrinya makan siang. sorenya dia pulang memandikan istrinya, mengganti pakaian dan selepas maghrib dia temani istrinya nonton televisi sambil menceritakan apa2 saja yg dia alami seharian. Walaupun istrinya hanya bisa memandang tapi tidak bisa menanggapi, Pak Suyatno sudah cukup senang bahkan dia selalu menggoda istrinya setiap berangkat tidur.
Rutinitas ini dilakukan Pak Suyatno lebih kurang 25 tahun, dengan sabar dia merawat istrinya bahkan sambil membesarkan ke empat buah hati mereka, sekarang anak2 mereka sudah dewasa tinggal si bungsu yg masih kuliah.
Pada suatu hari ke empat anak Suyatno berkumpul dirumah orang tua mereka sambil menjenguk Ibunya. Karena setelah anak mereka menikah sudah tinggal dengan keluarga masing2 dan Pak Suyatno memutuskan Ibu mereka dia yg merawat, yang dia inginkan hanya satu … semua anaknya berhasil.
Dengan kalimat yg cukup hati2 anak yg sulung berkata "Pak kami ingin sekali merawat Ibu semenjak kami kecil melihat Bapak merawat Ibu tidak ada sedikitpun keluhan keluar dari bibir Bapak. … bahkan Bapak tidak ijinkan kami menjaga Ibu". dengan air mata berlinang anak itu melanjutkan kata2nya "sudah yg keempat kalinya kami mengijinkan Bapak menikah lagi, kami rasa Ibupun akan mengijinkannya, kapan Bapak menikmati masa tua Bapak dengan berkorban seperti ini kami sudah tidak tega melihat Bapak, kami janji kami akan merawat Ibu sebaik-baik secara bergantian ..."
Pak Suyatno menjawab hal yg sama sekali tidak diduga anak2 mereka."Anak2ku … Jikalau perkawinan & hidup didunia ini hanya untuk nafsu, mungkin Bapak akan menikah … tapi ketahuilah dengan adanya Ibu kalian disampingku itu sudah lebih dari cukup, dia telah melahirkan kalian ... sejenak kerongkongannya tersekat … kalian yg selalu kurindukan hadir didunia ini dengan penuh cinta yg tidak satupun dapat menghargai dengan apapun. Coba kalian tanya Ibumu apakah dia menginginkan keadaannya seperti ini?
Kalian menginginkan Bapak bahagia, apakah batin Bapak bisa bahagia meninggalkan Ibumu dengan keadaanya sekarang, kalian menginginkan Bapak yg masih diberi Tuhan kesehatan dirawat oleh orang lain, bagaimana dengan Ibumu yg masih sakit?"
Sampailah akhirnya Pak Suyatno diundang oleh salah satu stasiun TV swasta untuk menjadi nara sumber dan merekapun mengajukan pertanyaan kepada Suyatno kenapa mampu bertahan selama 25 tahun merawat sendiri Istrinya yg sudah tidak bisa apa2?

Pak Suyatno bercerita. "Jika manusia didunia ini mengagungkan sebuah cinta dalam perkawinannya, tetapi tidak mau memberi (memberi waktu, tenaga, pikiran, perhatian) adalah kesia-siaan. Saya memilih istri saya menjadi pendamping hidup saya, dan sewaktu dia sehat diapun dengan sabar merawat saya mencintai saya dengan hati dan batinnya bukan dengan mata, dan dia memberi saya 4 orang anak yg lucu2 ... Sekarang dia sakit karena berkorban untuk cinta kita bersama … dan itu merupakan ujian bagi saya, apakah saya dapat memegang komitmen untuk mencintainya apa adanya. Sehatpun belum tentu saya mencari penggantinya apalagi dia sakit,,,"

Hmmm....

"Menunggu adalah pekerjaan yang menyebalkan!"

Statement di atas rasanya berlaku untuk semua hal yang berhubungan dengan menunggu untuk hasil yang menyenangkan sekalipun . Baik menunggu pasangan, menunggu gajian, menunggu hadiah, menunggu pesanan makan, etc...Dan saat ini, saya sedang menunggu jam pulang kerja! hehe...Walaupun sudah melalui 7 jam 50 menit dikantor, 10 menit terakhir tetap terasa lama buat saya yang 'menikmati' sekali perjalanan detik demi detiknya. Dan akhirnya waktu saya tiba. Tapi anehnya, saya tidak berniat segera beranjak dari meja kerja saya. Jadi kenapa saya begitu dikejar2 perasaan menunggu?

Mungkin karena saya melalui prosesnya sebagai kewajiban sehingga kemudian saya merasa 'terikat'?? hmmm...(*thinking mode on*)


(And then i have no idea to continue this page....^_^)

Have a nice weekend....

Start

Memulai adalah pekerjaan yang sulit menurut saya, karena untuk menghasilkan 7 kata pertama ini saja saya perlu 'memeras' otak dan tiba2 saya terserang 'gagap kalimat' padahal sehari-hari saya adalah orang yang 'banyak bicara' sehingga seharusnya saya memiliki stok kosa kata maupun rangkaian kalimat yang bisa dengan mudah dituangkan disini. Nyatanya, tiba2 saya 'blank' dan perbendaharaan kata/kalimat yang ada di kepala saya seolah berlarian menghindar untuk 'membantu' saya.

Tapi memulai memang suatu hal yang sulit...banyak orang yang menunda & enggan untuk memulai, karena memulai membutuhkan 'energi' dan 'konskuensi'. Energi untuk 'bertempur' dengan diri sendiri saat memutuskan sesuatu tersebut akan di mulai atau tidak dan konsekuensi untuk mengikuti proses setelahnya yang kadang tidak selalu seperti yang di harapkan & nyaman untuk dilakoni. Dan sepertinya, saya sudah memulai dengan sesuatu yang 'berat' di blog pertama saya ini...^_^

Aniwey, saya lega akhirnya bisa memulai ini walaupun untuk menghasilkan 2 paragraf di atas rasanya seperti mengahadapi ujian mengarang untuk syarat kelulusan, hehe...

See u on next chapter....