Rabu, 12 November 2008

Memandang Indonesia dari sisi lain

Sebuah cerita dari milis seberang....

Saat sedang menghapus 'koleksi' inbox, saya menemukan artikel ini yang kembali saya baca dan kembali membuat senyum-2 sendiri dan menggangguk-angguk 'meng-amini' situasi yang digambarkan si pencerita. Orang indonesia memang 'unik', bangsa kita juga bangsa yang unik. Unik disini bukan berkonotasi negatif, tapi lebih ingin menggambarkan betapa berwarnanya hidup kita karena tinggal di indonesia. Karena saya yakin, dibalik semua situasi & kondisi yang katanya carut marut, kita memang bangsa & warga yang spesial yang pernah ada di muka bumi ini. Dan pada akhirnya, banggalah jadi orang indonesia! Merdeka!!!


Anda orang Indonesia ?
Masih tinggal di Indonesia ?Di Jakarta?
Ke kantor naik bis umpel-umpelan?
Lalu lintas macet?
Pernah Naik kereta super ekonomi ke Yogya or Surabaya ?
Pernah kebajiran?
Pernah dipalakin di bus sama gerombolan preman?

Ok, sekarang saya serius.
Kalau Ada yang bertanya: apa sih yang bisa dibanggakan for being Indonesian?

Maka jawaban saya adalah : Kita.

Kita harus bangga karena kita orang Indonesia Bisa dan Biasa hidup susah!!!

Becanda lagi nih?
Nggak, saya Serius!! Saya nggak boong.Kalau saya boong biarkan Tuhan memberikan cobaan yang berat pada saya (red: katanya harta yang berlimpah merupakan cobaan yang berat)Kemampuan untuk hidup susah (saya sebut aja "survival ability" ya) tidak dimiliki orang-orang yang lama hidup di negara-negara mapan.

Boss saya (orang India) pernah cerita: suatu ketika teman-nya-sebut saja Sarukh dan keluarganya -pamit pada boss saya pulang ke negara asalnya ?India yang murah meriah untuk menikmati pensiun dini, setelah 15 tahun kerja di Singapore .

Eeeeeee? ... belum satu tahun pamitan pulang ke India ? si Sarukh sudah balik lagi ke Singapore , dan kali ini minta bantuan Boss saya untuk dicariin kerjaan lagi di Singapore.

What happened? Tanya boss saya.

Sarukh bercerita, setelah pulang ke India , anak remajanya yang dibesarkan di Singapore menjadi rada-rada stress dan menjadi pasien tetap psikiater di sana. Selidik-punya selidik agaknya hal itu disebabkan karena Anaknya Sarukh tidak bisa menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan dari kondisi yang sangat mapan ( Singapore) ke kondisi yang sebaliknya (India ).

Jadi, dalam hal ini, anak si Sarukh yang sudah biasa hidup dalam kemapanan tidak punya "kemampuan bertahan waras" untuk hidup di negara yang belum mapan. Demi kebaikan anaknya, akhirnya si Sarukh memutuskan menunda pensiun dini-nya dan kembali kerja di Singapore .

Kalau kita-kita yang sudah biasa hidup susah di Jakarta , pindah or berkunjung ke India sih nggak ada masalah.

Saya jadi ingat, 2 tahun lalu ketika saya dan rekan-2 kerja saya berkunjung ke India, boss saya wanti-wanti untuk : bawa obat sakit perut, dan selama di India hanya minum-minuman dari botol/kaleng.

Kalau ke restoran local jangan sekali-kali minum air putih yang disediakan dari dari Teko/ceret di restoran tersbut, karena Kebersihan Airnya tidak terjamin, dan biasanya perut orang asing tidak siap untuk itu; begitu nasehat boss saya.

Pada waktu itu satu rombongan yang berangkat ke India terdiri dari 5 orang.Satu orang Jepang ? dari Jepang, dua orang Singapore dan dua orang Indonesia (termasuk saya baru sebulan kerja di Singapore ).Dalam 2 minggu kunjungan ke India , kolega dari Singapore dan Jepang langsung menderita diare di Minggu pertama ke India , ? diselidiki, kemungkinan penyebabnyat adalah mereka pernah memesan kopi atau the di restoran local pada saat makan siang (yang tentunya tidak dari botol), Sementara si orang Jepang, walaupun secara ketat dia hanya minum-minuman botol atau kaleng selama makan di restoran-restoran lokal, terkena diare diduga karena si orang jepang ini menggunakan air keran dari hotel untuk berkumur-kumur selama sikat gigi.

Sedangkan saya dan satu orang rekan lagi dari Indonesia , sehat walafiat tidak menderita suatu apapun selama di sana (mungkin karena di Indoneisa, sudah terbiasa jajan es dipinggir jalan yang mungkin airnya tidak lebih bersih dari air di restoran-restoran India)

What is the moral of the story?

Kita harus bangga karena Kita bisa lebih baik dari orang Jepang dan Singapore!!!! (at least, dalam hal ketahanan perut).

Cerita lainnya lagi, bulan lalu saya di kirim kantor (yang base-nya diSingapore) untuk mengikuti sebuah workshop di Rio de Janeiro Brazil

Total waktu trempuh saya dari Singapore ke hotel saya di Rio de Janeiro Brazil adalah 36 jam (termasuk 5 jam transit di Eropa).Sebenarnya, dari Singapore ke Brazil , jalur yang paling umum dan cepat adalah ke arah Timur, transit di Amerika, terus ke Brazil .
Dengan jalur ini saya perkirakan, dalam 26-30 Jam saya sudah bisa mencapai Brazil.
Cuma, karena saya orang Indonesia , untuk transit di Amerika pun saya butuh apply VISA Amerika, yang mana proses aplikasi visa tersebut memerlukan waktu sedikitnya 2 minggu.Padahal, saya tidak punya waktu sebanyak itu. Alhasil, yah begitulah, saya harus memilih rute yang sebelaliknya, mengeliling belahan bumi bagian barat, transit di Amsterdam , dengan waktu tempuhnya 6- 10 jam lebih lama.Jadinya, cukup melelahkan, tapi nggak apa-apa, namanya juga orang Indonesia, harus terbiasa dengan hal-hal yang susah-susah.
Saya sampai di hotel di Rio, hari minggu jam 11 Malam.Dan keesokan paginya saya langsung mengikuti workshop di sana.Walaupun masih terasa lelah, saya tetap berusaha untuk terlibat aktif dalam workshop pagi itu, dengan mengajukan pertanyaan atau memberi masukan atas pertanyaan peserta lainnya.

Pada saat istirahat, saya sempat berbincang-bincang dengan kolega-kolega dari Jerman peserta workshop itu.Beberapa dari mereka mengeluh kecapaian dan menderita "jet lag", karena mereka telah menempuh 12 jam perjalanan dari Jerman, dan baru saja tiba di Brazil hari minggu siang, sehingga belum cukup waktu istirahat untuk adaptasi Jet lag, begitu keluh mereka.

Lalu, saya berkata pada mereka, bahwa sebenarnya mereka lebih beruntung dari saya, karena saya harus menempuh 36 jam perjalanan dari Singapore, dan baru tiba di hotel pukul sebelas malem, kurang dari 12 jam sebelum workshop dimulai. Mereka tertegun, salah seorang dari mereka bertanya pada saya: "Tapi kamu naik pesawat, di kelas Bisnis khan?"
"Tidak, jatah saya Cuma kelas ekonomi", jawab saya lagi.

Mereka terlihat semakin terkagum-kagum (atau kasihan?), dan salah seorang dari mereka memuji."Its very impressive, you guys Singaporean are really-really hard workers""I'm not Singaporean, I'm Indonesian working in Singapore " jawab saya dengan bangga.

Agaknya, hari itu saya menjadi cukup terkenal di kalangan kolega dari Jerman, hanya karena terbang selama 36 jam dari Singapore 12 jam sebelumnya dan masih bisa secara aktif mengikuti workshop tersebut.Saya tahu kalau saya menjadi pembicaraan mereka , karena sewaktu makan malam, kolega dari jerman lainnya - yang saya tidak pernah ceritakan mengenai perjalanan saya dari Singapore bertanya pada saya tips and trick supaya bisa tetap segar setelah menempuh perjalanan begitu lama (ini berarti dia mendapatkan cerita saya dari kolega jerman lainnya).

Saya bingung jawabnya. Ingin sekali saya menjawab :
"Berlatihlah dengan naik kereta api super ekonomi dari Jakarta ke Surabaya di saat-saat mendekati hari lebaran.Kalau Anda terbiasa dengan alat transportasi ini- di mana tidak hanya species "Homo Sapiens" yang bisa menjadi penumpangnya , dan di tambah lagi waktu tempuhnya yang lama sekali karena hampir di setiap setasion harus berhenti, maka Anda akan bisa menaklukkan semua alat transportasi terbang apapun yang di muka bumi ini".

Namun, saya urungkan memberi jawaban di atas, karena saya khawatir dia tidak akan mengerti atas apa yang saya jelaskan, dan saya yakin mereka tidak bisa "survive" dengan alat transportasi ini, yang fasilitasnya tentu jauh dari kelas Bisnis pesawat terbang

(Note : kolega saya dari jerman, otomatis mendapat fasilitas kelas bisnis di pesawat apabila waktu tempuhnya lebih dari 10 jam).

Seminggu, setelah saya pulang dari Workshop di Brazil, entah karena terkagum-kagum dengan "kemampuan hidup susah" (dari sudut pandang mereka) yang saya miliki, atau karena alasan lainnya, kolega saya dari Jerman yang saya temui di Brazil , menghubungi atasan saya yang intinya meminta saya untuk ditugaskan ke Jerman, membantu project yang saat ini sedang berjalan di sana.

Alhasil, bulan September ? November saya akan bergabung dengan kolega-kolega di Jerman menyelesaikan project di sana. Cukup membanggakan, karena, kata boss saya, ini kali pertama "Kantor Pusat" meminta bantuan dari kantor cabang untuk mensupport project yang sedang mereka kerjakan di kantor pusat.

Jadi setelah membaca tulisan ini, saya harap pembaca sekalian punya alasan semakin bangga menjadi orang Indonesia .

Kalau anda lagi di luar negeri dan ditanya "Anda dari mana?"
Jawablah dengan bangga:

Ya, Saya dari Indonesia ,
Negara yang lagi susah,
Saya juga hidupnya susah tapi saya bisa "survive",
Dan saya bangga karenanya!!!
Any Problem???

Selasa, 04 November 2008

Dilema

Beberapa waktu belakangan ini saya kebingungan untuk menghabiskan waktu kerja saya bikos of semakin berkurangnya load kerja saya dikarenaken belum adanya proyek2 baru.
Tadinya saya 'senang' karena waktu saya untuk 'have fun go mad' makin banyak..*devil mode ON*. Eitss...jangan mikir aneh2 dulu, yang dimaksud 'have fun go mad' adalah waktu untuk 'browsing', 'chatting' & 'shopping' disela2 jam kerja...hehe. Setelah melalui 7 tahun bekerja dengan heavy load, saya cukup 'menikmati' situasi kerja ditempat terakhir ini dimana tidak ada lagi lembur, pressure & deadline!

Tapiiii...sekarang saya mulai dilanda bosan dengan kesantaian ini! Rasanya sudah habis semua situs dijelajah, sementara untuk chatting saya tidak mendapatkan 'partner in crime' yang sama karena mereka semua 'sibuk' kerja toh? untuk shopping, kembali ke masalah klasik...'dang ado hepeng' alias nda ada duit..hehe. Apalagi dengan situasi 'krisis' ini yang katanya situasinya tidak 'seaman' yang kita bayangkan, sebaiknya kita menyimpan uang cash & mengurangi pengeluaran yang tidak perlu, membuat saya agak berpikir untuk setiap sen yang akan dikeluarkan. Saya butuh tantangan untuk kembali mengaktivkan adrenalin saya!

Dan seperti doa yang terjawab, hari ini saya dihujani pekerjaan! Tidak tanggung2, setumpuk pekerjaan sekaligus! fiuffff....
Perasaan saya (cie..) campur aduk, antara senang & sebal! Senang karena kemungkinan saya bisa lembur yang berarti menambah pemasukan untuk bulan depan dan membuat isian timesheet saya jadi bervariasi setelah sebelumnya monoton hanya menenggelamkan diri ke overhead (hihi...justifikasi yang sama sekali tidak ada korelasinya) tapi sebal karena berarti 'kebebasan' saya terancam! hhiks...

Dihadapkan pada situasi ini, sayapun 'gamang'...

Love don't need a reason

Nice thing...

Lady : Why do you like me..? Why do you love me?
Man : I can't tell the reason.. but I really like you..
Lady : You can't even tell me the reason... how can you say you like me? How can you say you love me?
Man : I really don't know the reason, but I can prove that I love you.
Lady : Proof? No! I want you to tell me the reason. My friend's boyfriend can tell her why he loves her but not you!
Man : Ok..ok!!! Erm... because you are beautiful, because your voice is sweet,because you are caring, because you are loving, because you are thoughtful, because of your smile, because of your every movements.

The lady felt very satisfied with the man's answer.Unfortunately, a few days later, the Lady met with an accident and became comma.

The Guy then placed a letter by her side, and here is the content:

Darling,
Because of your sweet voice that I love you...
Now can you talk? No!
Therefore I cannot love you.
Because of your care and concern that I like you..
Now that you cannot show them, therefore I cannot love you.
Because of your smile,
because of your every movements that I love you..
Now can you smile?
Now can you move?
No, therefore I cannot love you...
If love needs a reason, like now, there is no reason for me to love you anymore.
Do love need a reason? NO! Therefore, I still love you...
And love doesn't need a reason"

Sometimes the best and the most beautiful things in the world cannot be seen,cannot be touched, but can be felt in the heart "
Love doesn’t need a reason...
its something u can feel burning inside ur heart and waiting to be explode of love...

Please... never ever ask someone why do they love u.... love is nature and without love the world is nothing but a piece of crap...
So Everyone love the world and also love ur loved ones...

Jumat, 24 Oktober 2008

Mampukah kita mencintai tanpa syarat?

(Kutipan)

Saya dikirimi email ini lebih dari 1x sehingga saya mengambil kesimpulan cerita ini meninggalkan kesan mendalam pada setiap yang membacanya (termasuk saya, terlepas ini true story ataupun bukan) sehingga banyak orang ingin membaginya.
Buat saya, cerita ini mengingatkan saya untuk kembali mengevalusi diri bagaimana saya merefleksikan 'cinta' saya selama ini. Sudahkah saya mencintai orang tua saya tanpa syarat? sudahkah saya mencintai adik2 saya tanpa syarat? sudahkah saya mencintai kawan2 saya tanpa syarat? sudahkah saya mencintai sesama tanpa syarat? sudahkah saya memberikan cinta tanpa syarat? karena memang seharusnya (menurut saya) cinta itu tidak bersyarat...

Enjoy the story...


Dilihat dari usianya beliau sudah tidak muda lagi, usia yg sudah senja bahkan sudah mendekati malam, Pak Suyatno 58 tahun kesehariannya diisi dengan merawat istrinya yang sakit istrinya juga sudah tua.. mereka menikah sudah lebih 32 tahun.
Mereka dikarunia 4 orang anak disinilah awal cobaan menerpa, setelah istrinya melahirkan anak ke empat tiba2 kakinya lumpuh dan tidak bisa digerakkan itu terjadi selama 2 tahun, menginjak tahun ke tiga seluruh tubuhnya menjadi lemah bahkan terasa tidak bertulang lidahnyapun sudah tidak bisa digerakkan lagi.
Setiap hari Pak Suyatno memandikan, membersihkan kotoran, menyuapi, dan mengangkat istrinya keatas tempat tidur. Sebelum berangkat kerja dia letakkan istrinya didepan TV supaya istrinya tidak merasa kesepian. Walau istrinya tidak dapat bicara tapi dia selalu melihat istrinya tersenyum, untunglah tempat usaha Pak Suyatno tidak begitu jauh dari rumahnya sehingga siang hari dia pulang untuk menyuapi istrinya makan siang. sorenya dia pulang memandikan istrinya, mengganti pakaian dan selepas maghrib dia temani istrinya nonton televisi sambil menceritakan apa2 saja yg dia alami seharian. Walaupun istrinya hanya bisa memandang tapi tidak bisa menanggapi, Pak Suyatno sudah cukup senang bahkan dia selalu menggoda istrinya setiap berangkat tidur.
Rutinitas ini dilakukan Pak Suyatno lebih kurang 25 tahun, dengan sabar dia merawat istrinya bahkan sambil membesarkan ke empat buah hati mereka, sekarang anak2 mereka sudah dewasa tinggal si bungsu yg masih kuliah.
Pada suatu hari ke empat anak Suyatno berkumpul dirumah orang tua mereka sambil menjenguk Ibunya. Karena setelah anak mereka menikah sudah tinggal dengan keluarga masing2 dan Pak Suyatno memutuskan Ibu mereka dia yg merawat, yang dia inginkan hanya satu … semua anaknya berhasil.
Dengan kalimat yg cukup hati2 anak yg sulung berkata "Pak kami ingin sekali merawat Ibu semenjak kami kecil melihat Bapak merawat Ibu tidak ada sedikitpun keluhan keluar dari bibir Bapak. … bahkan Bapak tidak ijinkan kami menjaga Ibu". dengan air mata berlinang anak itu melanjutkan kata2nya "sudah yg keempat kalinya kami mengijinkan Bapak menikah lagi, kami rasa Ibupun akan mengijinkannya, kapan Bapak menikmati masa tua Bapak dengan berkorban seperti ini kami sudah tidak tega melihat Bapak, kami janji kami akan merawat Ibu sebaik-baik secara bergantian ..."
Pak Suyatno menjawab hal yg sama sekali tidak diduga anak2 mereka."Anak2ku … Jikalau perkawinan & hidup didunia ini hanya untuk nafsu, mungkin Bapak akan menikah … tapi ketahuilah dengan adanya Ibu kalian disampingku itu sudah lebih dari cukup, dia telah melahirkan kalian ... sejenak kerongkongannya tersekat … kalian yg selalu kurindukan hadir didunia ini dengan penuh cinta yg tidak satupun dapat menghargai dengan apapun. Coba kalian tanya Ibumu apakah dia menginginkan keadaannya seperti ini?
Kalian menginginkan Bapak bahagia, apakah batin Bapak bisa bahagia meninggalkan Ibumu dengan keadaanya sekarang, kalian menginginkan Bapak yg masih diberi Tuhan kesehatan dirawat oleh orang lain, bagaimana dengan Ibumu yg masih sakit?"
Sampailah akhirnya Pak Suyatno diundang oleh salah satu stasiun TV swasta untuk menjadi nara sumber dan merekapun mengajukan pertanyaan kepada Suyatno kenapa mampu bertahan selama 25 tahun merawat sendiri Istrinya yg sudah tidak bisa apa2?

Pak Suyatno bercerita. "Jika manusia didunia ini mengagungkan sebuah cinta dalam perkawinannya, tetapi tidak mau memberi (memberi waktu, tenaga, pikiran, perhatian) adalah kesia-siaan. Saya memilih istri saya menjadi pendamping hidup saya, dan sewaktu dia sehat diapun dengan sabar merawat saya mencintai saya dengan hati dan batinnya bukan dengan mata, dan dia memberi saya 4 orang anak yg lucu2 ... Sekarang dia sakit karena berkorban untuk cinta kita bersama … dan itu merupakan ujian bagi saya, apakah saya dapat memegang komitmen untuk mencintainya apa adanya. Sehatpun belum tentu saya mencari penggantinya apalagi dia sakit,,,"

Hmmm....

"Menunggu adalah pekerjaan yang menyebalkan!"

Statement di atas rasanya berlaku untuk semua hal yang berhubungan dengan menunggu untuk hasil yang menyenangkan sekalipun . Baik menunggu pasangan, menunggu gajian, menunggu hadiah, menunggu pesanan makan, etc...Dan saat ini, saya sedang menunggu jam pulang kerja! hehe...Walaupun sudah melalui 7 jam 50 menit dikantor, 10 menit terakhir tetap terasa lama buat saya yang 'menikmati' sekali perjalanan detik demi detiknya. Dan akhirnya waktu saya tiba. Tapi anehnya, saya tidak berniat segera beranjak dari meja kerja saya. Jadi kenapa saya begitu dikejar2 perasaan menunggu?

Mungkin karena saya melalui prosesnya sebagai kewajiban sehingga kemudian saya merasa 'terikat'?? hmmm...(*thinking mode on*)


(And then i have no idea to continue this page....^_^)

Have a nice weekend....

Start

Memulai adalah pekerjaan yang sulit menurut saya, karena untuk menghasilkan 7 kata pertama ini saja saya perlu 'memeras' otak dan tiba2 saya terserang 'gagap kalimat' padahal sehari-hari saya adalah orang yang 'banyak bicara' sehingga seharusnya saya memiliki stok kosa kata maupun rangkaian kalimat yang bisa dengan mudah dituangkan disini. Nyatanya, tiba2 saya 'blank' dan perbendaharaan kata/kalimat yang ada di kepala saya seolah berlarian menghindar untuk 'membantu' saya.

Tapi memulai memang suatu hal yang sulit...banyak orang yang menunda & enggan untuk memulai, karena memulai membutuhkan 'energi' dan 'konskuensi'. Energi untuk 'bertempur' dengan diri sendiri saat memutuskan sesuatu tersebut akan di mulai atau tidak dan konsekuensi untuk mengikuti proses setelahnya yang kadang tidak selalu seperti yang di harapkan & nyaman untuk dilakoni. Dan sepertinya, saya sudah memulai dengan sesuatu yang 'berat' di blog pertama saya ini...^_^

Aniwey, saya lega akhirnya bisa memulai ini walaupun untuk menghasilkan 2 paragraf di atas rasanya seperti mengahadapi ujian mengarang untuk syarat kelulusan, hehe...

See u on next chapter....